Sholat sunnah (muakkad dan ghoiru muakkad)
SUBSTANSI KAJIAN
Shalat
sunnah adalah shalat yang dianjurkan kepada orang mukallaf untuk mengerjakannya
sebagai tambahan bagi shalat fardhu, tetapi tidak diharuskan. Ia disyariatkan
untuk menambal kekurangan yang mungkin terjadi pada shalat – shalat fardhu
disamping karena shalat itu mengandung keutamaan yang tidak terdapat pada
ibadah – ibadah yang lain. Shalat sunnah dibagi menjadi dua macam yaitu shalat
sunnah mutlaq dan shalat sunnah muqayyad.
1.
Sunnah mutlaq. Dalam sunnah
mutlaq ini cukuplah seseorang berniat
saja. Jika ia melakukan shalat sunnah dan tidak menyebutkan beberapa rakaat
yang akan dikerjakan dalam shalatnya itu, ia boleh mengucapkan salam pada satu
rakaat ganjil atau pada rakaat genap.
2.
Sunnah muqayyad. Sunnah ini telah
ini terbagi atas dua macam, yaitu ;
a.
Yang disyariatkan sebagai
shalat-shalat sunnah yang mengikuti shalat fardu dan ini disebut shalat sunnah
rawatib. Seperti shalat sunnah zuhur dan sebagainya.
b.
Yang terikat dengan waktu
tertentu, seperti shalat sunnah dhuha, witir dan lainnya sebagai mana akan
dijelaskan nanti.
SHALAT SUNNAH
MUAKKAD
Yaitu
shalat sunnah yang selalu dikerjakan atau jarang sekali tidak dikerjakan oleh
Rasulullah SAW, seperti shalat witir, shalat hari raya dan lain sebagainya.[1]
Macam
– macam shalat sunnah muakkad antara lain :
1.
Shalat tahajud, shalat dhuha dan
shalat tarawih
وَثَلَاثُ
نَوَافِلُ مُؤَ كَّدَاتٌ صَلَاةُ الَّيْلِ وَصَلَاةُ الضُّحَى وَصَلَاةُ التَّرَاوِيْحِ.
Artinya : “Dan ada tiga macam shalat
sunnah mu’akkad (sangat sekali disunnahkan) : 1. Shalat malam (tahajjud), 2.
Shalat Dhuha, dan 3. Shalat Tarawih”[2]
a.
Shalat Tahajud
Yaitu shalat sunnah yang dikerjakan pada
waktu malam hari setelah bangun tidur, sekalipun tidurnya hanya sebentar. Hukum
dari shalat tahjud adalah sunnah muakkad.
Anjuran mengerjakannya :
Firman Allah Ta’ala
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدَبِهِ نَا
فِلَةً لَكَ عَسَى اَنْ يَبْعَسَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُوْدًا.
Artinya : “Dan pada sebagian malam hari,
maka kerjakanlah shalat tahajjud engkau sebagai suatu ibadah tambahanbagimu,
mudah - mudahan Tuhanmu mengangkat ke
tempat yang terpuji” (QS. Al Isra 79)
Rasulullah SAW bersabda :
اَيُّهَا النَّاسُ اَفْشُو السَّلَامِ
وَ اَطْعِمُو الطَّعَامَ وَصِلُوا اْلاَرْحَامِ وَصَلُّوابِاالَّيْلِ وَالنَّاسُ
نِياَمٌ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ.
Artinya : “Hai sekalian manusia.
Sebarkanlah salam, berikanlah makanan (pada orang yang sangat membutuhkan),
sambungkanlah sanak kerabat, shalatlah di waktu malam di saat orang sedang
tidur nyenyak, niscaya kalian semua akan masuk surga dengan selamat dan
sejahtera” (HR. Al Hakim, Ibnu Majah, dan Turmudzi)
Dari firman Allah dan hadits diatas
memberikan pengertian kepada kita bahwa shalat tahajjud adalah benar – benar
dianjurkan untuk mengerjakannya, dan saat itulah hamba Allah sangat dekat
dengan Allah sehingga segala permintaan dan permohonan akan segera dikabulkan
baik mohon kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan di akhirat[3]
Niat shalat tahajjud :
اُصَلِّى سُنَّةًالتَّحَجُّدِرَكْعَتَيْنِ
لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya :”Saya berniat shalat tahajud
dua raka’at, karena Allah ta’ala”
b.
Shalat Tarawih
Yaitu shalat sunnah yang dikerjakan pada
malam bulan Ramadhan. Hukum dari shalat tarawih adalah sunnah muakkad.
Niat shalat tarawih :
اُصَلِّى سُنَّةَالتَّرَاوِيْحِ
رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya :”Saya berniat shalat sunnah
tarawih dua raka’at, karena Allah ta’ala”
Anjuran mengerjakan shalat tarawih
berdasarkan
Hadits Nabi SAW
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ
: اَنْ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ قَامَ رَمَضَانَ
اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Artinya : “Barangsiapa bangun malam di
bulan Ramadhan untuk mengerjakan shalat, karena iman (percaya dan mengharapkan
pahala dari Allah), maka akan diampuni dosanya yang lampau”
وَعَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ
قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَ غِّبُ فِى قِيَامِ
رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَأْ مُرَ هُمْ فِيْهِ بِعَزِيْمَةٍ فَيَقُوْلُ : مَنْ
قَامَ رَمَضَانَ اِيْماَنًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a berkata
: Rasulullah SAW selalu menganjurkan kepada kami supaya bangun untuk shalat
malam Ramadhan, tetapi tidak diwajibkan meka beliau bersabda : Barangsiapa yang
bangun di malam hari di bulan Ramadhan untuk mengerjakan shalat, karena iman
(percaya dan mengharapkan pahala dari Allah), maka diampuni dosanya yang
lampau.”
Dua hadits
diatas memberikan pengertian kepada kita semua kaum muslim bahwa shalat tarawih
(shalat yang memakai istirahat) itu sangat diamjurkan dan sangat besar
pahalanya, sehingga orang yang mengerjakannya diampuni dosanya yang telah
lewat. Bahkan menurut hadits yang diriwayatkan ‘Ali bin Abu Tholib K.W.
Rasulullah SAW bersabda dalam kitabnya : dalam haditsnya yang panjang :
Pada hari
pertama seorang mukmin akan keluar bebas
dari dosanya sebagaimana pada hari pertama ia dilahirkan oleh ibunya dan
seterusnya sampai tanggal tiga puluh adalah mempunyai keutamaan yang berlainan
dari tanggal satu, dua, tiga dan seterusnya sampai akhir bulan Ramadhan.[4]
2.
Shalat Idain (shalat idul fitri
dan shalat idul adha)
وَصَلاَتُ الْعِيْدَيْنِ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ
وَهِيَ رَكْعَتَانِ يُكَبِّرُ فِى اْلاُوْلَى سَبْعًا سِوَى تَكْبِيْرَةُ اْلاِحْرَامِ
وَفِى الثَّا نِيَةِ خَمْسًا سِوَى تَكْبِيْرَةِ الْقِيَامِ وَيَخْطُبُ بَعْدَ هُمَا
خَطْبَتَيْنِ يُكَبِّرُ فِى اْلاُوْلَى تِسْعًا وَ فىِ الثَّا نِيَةِ سَبْعًا.
Artinya : “Shalat dua hari raya (idul
fitri dan idul adha)itu hukumnya sunnah muakkad. Shalar hari raya itu dua
rakaat, dalam rakaat pertama takbir tujuh kali selain takbiratul ikhram, dan
dalam rakaat kedua takbir lima kali selain takbiratul berdiri. Sesudah shalat
dua hari raya, maka khutbah dua kali. Dalam khutbah pertama takbir sembilan
kali, dan dalam khutbah kedua takbir tujuh kali”[5]
Niat Shalat Idul
Fitri
اُصَلِّى سُنَّةًلِعِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ
لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya :”Saya berniat shalat hari raya
(idul fitri)dua raka’at, karena Allah ta’ala”
Niat Shalat Idul
Adha
اُصَلِّى سُنَّةًلِعِيْدِ الأَضْحَى
رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya :”Saya berniat shalat hari raya
(idul adha)dua raka’at, karena Allah ta’ala”[6]
3.
Shalat gerhana bulan (Khusuf) dan
gerhana matahari (Kusuf)
وَصَلَاُة الْكُسُوْفِ سُنَّةٌ
مُؤَكَّدَةٌ فَاِنْ فَاتَتْ لَمْ تُقْضَ وَيُصَلِّى لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ
وَخُسُوْفِ الْقَمَرِرَكْعَتَيْنِ. فِى كُلِّ رَكْعَةٍ قِيَامَانِ يُطِيْلُ الْقِرَاءَةَ
فِيْهِمْ وَرُكُوْعَانِ يُطِيْلُ التَّسْبِيْحِ فِيْهِمَا دُوْنَ السُّجُودِ. وَيَخْطُبُ
بَعْدَهَاخُطْبَتَيْنِ وَيُسِرُّ فِى كُسُفِ الشَّمْسِ وَيَجْهَرُ فِى خُسُفِ الْقَمَرِ.
Artinya : “Shalat gerhana (bulan dan
matahari) adalah sunnah muakkad, dan bila waktunya sudah lewat, maka tidak usah
diqadha. Dan hendaknya shalat dua rakaat untuk gerhana matahari dan bulan, pada
tiap rakaat berdiri dua kali dengan memanjangkan tasbih di dalamnya, dan dua
ruku’ dengan memanjangkan tasbih dalam sujud. Dan setelah shalat gerhana, maka
khutbah dua kali. Dalam shalat gerhana matahari hendaknya memelankan bacaan
(fatihah dan surat), dan hendaknya mengeraskan bacaan dalam shalat gerhana
bulan.”[7]
Niat shalat gerhana bulan (khusuf)
اُصَلِّى سُنَّةً الْخُسُوْفِ رَكْعَتَيْنِ
لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat gerhana
bulan dua rakaat karena Allah Ta’ala”
Niat shalat gerhana matahari (kusuf)
اُصَلِّى سُنَّةً الْكُسُوْفِ رَكْعَتَيْنِ
لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat gerhana
matahari dua rakaat karena Allah Ta’ala”[8]
4.
Shalat witir
Yaitu shalat
yang dikerjakan dengan bilangan ganjil, saru rakaat, tiga rakaat, lima rakaat,
tujuh rakaat, sembilan rakaat dan tiga belas rakaat. Hukum dari shalat witir
adalah sunnah muakkad.
كُلَّ الَّيْلِ اَوْتَرَ رَسُوْا لُ
للهِ صَلَّى للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمُ وَانْتَهَى وِتْرُهُ اِلَى السَّحْرِ. رواه
البخاري ومسلم عن عائشة
Artinya : “Setiap malam Rasulullah SAW
melakukan shalat witir. Dan penghabisan witirnya di penghujung malam (waktu
sahur)”[9]
اِجْعَلُوْااُخِرَصَلَاتِكُمْ
بِاالَّيْلِ وِتْرًا
Artinya :
Jadikanlah akhir shalatmupada waktu malam dengan witir (HR. Bukhori &
Muslim yang bersumber dari Ibnu ‘Umar r.a)
اَوْتِرُوْاقَبْلَ اَنْ تُصْبِحُوْا
Artinya : Shalat
witirlah kamu sekalian sebelum waktu shubuh (HR. Muslim yang bersumber dari Abu
Sa’id Al Khudriy r.a)
Dua hadits
diatas memberikan pengertian pada kita bahwa shalat witir itu sangat dianjurkan
untuk mengerjakannya.[10]
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةً الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ
لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat witir dua
rakaat karena Allah Ta’ala”[11]
Niat shalat
witir satu rakaat :
اُصَلِّى سُنَّةً الْوِتْرِ رَكْعَةً لِلَّهِ
تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat witir
satu rakaat karena Allah Ta’ala”[12]
5.
Shalat sunnah rawatib muakkad
Shalat sunnah rawatib yaitu shalat
–shalat sunnah muakkadah yang mengiringi shalat fardlu[13],
yakni dua rakaat sebelum subuh, dua rakaat sebelum zuhur, dua rakaat
sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib dan dua rakaat sesudah isya. Menurut
golongan mazhab hanafi, yang muakad sebelum zuhur adalah empat rakaat. (jadi
jumlahnya dua belas rakaat). Selain dari hukumnya sunnah mustahabbah, atau
anjuran.
Adapun hadits yang menjelaskan tentang
shalat sunnah rawatib muakkadah, yakni hadits yang diterangkan dalam hadits dari
Ibnu Umar, sebagai berikut :
حَفِضْتُ مِنَ الَّنبِيِّ صَلَّي اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمُ عَشَرَرَكْعَاتَ : رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ
بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الَمغْرِبِ فِى بَيْتِهِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ
الْعِشَاءِ فِى بَيْتِهِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الصُّبْحِ. رواه
البخارى و مسلم عن ابى عمر
Artinya :”Saya hafalkan dari Nabi SAW
sepuluh rakaat : dua rakaat sebelum shalat dhuhur, dua rakaat sesudahnya, dua
rakaat sesuadah shalat maghrib di rumahnya, dua rakaat sesudah shalat isya di
rumahnya, dan dua rakaat sebelum shalat subuh” (HR Al Bukhari dan Muslim dari
Ibnu Umar)[14]
Macam – macam shalat sunnah rawatib
muakkkad
- Sunnah fajar. Adalah salah satu sunnah mu’akkad yang dikerjakan sebelum shalat subuh dan merupakan sunnah rawatib yang sangat dianjurkan. Karena itu ulama mazhab hanafi menyatakan, shalat tersebut tidak boleh dikerjakan sambil duduk atau diatas kendaraan tanpa ada halangan.
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةَ الصُّبْحِ
رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat sunnah
dua rakaat sebelum shubuh karena Allah Ta’ala”
- Sunnah zuhur. Jumlah rakaatnya ialah dua rakaat sebelum zuhur dan dua rakaat sesudahnya. Hanya, yang muakkad dari jumlah itu adalah dua rakaat sebelum zuhur dan dua rakaat pula sesudahnya.
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةَ الظُّهْرِ
رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat sunnah
dua rakaat sebelum dhuhur, karena Allah Ta’ala”
اُصَلِّى سُنَّةَ الظُّهْرِ
رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya
berniat shalat sunnah dua rakaat sesudah dhuhur, karena Allah Ta’ala”
- Sunnah maghrib. Sunnah ini sebanyak enam rakaat sesudah shalat maghrib, tetapi yan muakkad hanya dua rakaat sebagaimana keterangan diatas.ulama mazhab syafii dan hambali berpendapat, sebelum maghrib disunnahkan pula mengerjakan shalat sebanyak dua rakaat.
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةَ الْمَغْرِبِ
رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat sunnah
dua rakaat sebelum maghrib, karena Allah Ta’ala”
- Sunnah maghrib. Sunnah ini sebanyak enam rakaat sesudah shalat maghrib, tetapi yang muakkad hanya dua rakaat sebagaimana keterangan di atas. Ulama madzhab syafii dan hambali berpendapat sebelum maghrib disunnahkan pula mengerjakan shalat sebanyak dua rakaat.
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةَ الْمَغْرِبِ
رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat sunnah
dua rakaat sesudah maghrib, karena Allah Ta’ala”
- Sunnah isya. Tiada perbedaan pendapat bahwa sunnah isya yang muakkad ialah dua rakaat sesudahnya, tetapi yang diperselisihkan adalah tentang jumlah rakaat sunnah rawatibnya yang tidak muakkad.
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةَ الْعِشَآءِ
رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat sunnah
dua rakaat sesudah isya’, karena Allah Ta’ala.”[15]
SHALAT SUNNAH GHOIRU MUAKKAD
Yaitu
shalat sunnah yang tidak selalu dikerjakan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat
dhuha dan shalat – shalat rawatib yang tidak muakkad, yakni empat rakaat
sebelum ashar, dua rakaat sebelum shalat maghrib, dua rakaat sebelum shalat
isya[16]
dua rakaat sebelum dhuhur, dan dua rakaat setelah dhuhur.[17]
Adapun hadits – hadits yang menerangkan tentang shalat sunnah ghairu ghairu
muakkadah antara lain :
Sabda
Rasulullah SAW :
رَحِمَ اللهُ امْرَاءً صَلَّى اَرْبَعًا
قَبْلَ الْعَصْرِ. رواه احمد و ابو داود و الترمزى عن
ابى عمر
Artinya
: “Allah memberi rahmat kepada seseorang yang shalat empat raka’at sebelum
ashar” (HR Ahmad, Abu Daud dan At Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Dalam hadits dari ‘Abdullah bin
Mughaffal Al Muzanni, diterangkan :
اَنَّ النبي صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمُ
صَلَّى قَبْلَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ. رواه ابن حبان
عن عبدالله بن مغفّل المزنّى
Artinya
: “Bahwa Nabi SAW shalat sebelum maghrib dua raka’at” (HR Ibnu Hibban dari
‘Abdullah bin Mughaffal Al Muzanni)
Sabda Rasulullah SAW :
مَا مِنْ صَلَاةِ مَفْرُوْضَةً
اِلَّاوَبَيْنَ يَدَيْهَارَكْعَتَيْنِ. رواه ابن حبان
عن ابن زبير
Artinya
: “Tiada shalat fardlupun, kecuali sebelumnya ada dua raka’at (shalat sunnah)”
(HR Ibnu Hibban dari Ibnu Zubair)[18]
Macam – macam shalat sunnah rawatib
ghairu muakkad
a.
Empat rakaat sebelum ashar
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةَ
الْعَصْرِرَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat sunnah
dua rakaat sebelum ashar, karena Allah Ta’ala”
b.
Dua rakaat sebelum shalat maghrib
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ
قَبْلِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya
berniat shalat sunnah dua rakaat sebelum maghrib, karena Allah Ta’ala”
c.
Dua rakaat sebelum shalat isya
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةَ الْعِشَآءِ
رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya
berniat shalat sunnah dua rakaat sebelum isya’, karena Allah Ta’ala”
d.
Dua rakaat sebelum dhuhur
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةَ الظُّهْرِرَكْعَتَيْنِ
قَبْلِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat sunnah
dua rakaat sebelum dhuhur, karena Allah Ta’ala”
e.
Dua rakaat setelah dhuhur.
Niat :
اُصَلِّى سُنَّةَ
الظُّهْرِرَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat shalat sunnah
dua rakaat sesudah dhuhur, karena Allah Ta’ala”[19]